MENYOAL SEMBOYAN PENDIDIKAN : SATU ANALISA TENTANG MORALITAS BANGSA
( Refleksi Hari Pendidikan Nasioanal )
Oleh : Darmawansah*
Ing ngarso sung tulodo
Ing madyo mangun karso
Tut wuri handayani
Kalimat diatas bagi sebagian orang mungkin cukup familiar. Namun bagi sebagian lain mungkin satu hal yang tidak dikenal alias asing. Yaa…, kalimat tersebut adalah semboyan pendidikan negara kita, Indonesia. Layakkah kalimat di atas menjadi semboyan pendidikan kita?
Ahistoris
Ditetapkannya kalimat di atas sebagai semboyan pendidikan merupakan sebuah kecelakaan sejarah. Pilihan pemerintah yang menetapkannya sebagai semboyan pendidikanpun terlalu berlebihan dan terkesan dipaksakan. Mengapa demikian ? Karena pada dasarnya, semboyan tersebut memiliki “cacat” baik ditinjau dari aspek historis maupun ideologis.
Perlu diingat, semboyan tersebut berasal dari Ki Hajar Dewantara, pendiri sekolah Taman Siswa sebuah sekolah berhaluan kejawen di Yogyakarta. Sekolah ini sebenarnya tidak terlalu istimewa, terbukti dari cabangnya yang sedikit dan alumninya yang tidak seberapa banyak. Bandingkan dengan sekolah Islam -Muahammadiyah misalnya- yang memiliki ribuan sekolah di seluruh Nusantara, dan dari segi usia jauh lebih tua. Belum lagi jumlah alumninya yang ada di mana-mana. (Namun anehnya, Bapak Pendidikan Nasional kita bukanlah pendiri Muhammadiyah-KH.Ahmad Dahlan- melainkan Ki Hajar Dewantara- pendiri Taman Siswa).