• Ust. Faishal Haq memberikan pembukaan pada Musyawarah Akbar LDK....
  • Lembaga Dakwah Kampus LDK STAIL Surabaya menyelengarakan musyawarah....
  • Penyampaian materi oleh Ust. Alwi di Aula Rahman Rahmat Pesantren Hidayatullah Surabaya
  • Mahasiswa STAIL Hidayatullah Surabaya hadir dalam....
  • Pada hari Rabu 12/12/12, LDK STAIL mengadakan orientasi ke-LDK-an yang bertempat di kantor Pusat Dakwah.
  • Dalam rangka membangun kembali semangat kepemudaaan Hidayatullah...
  • Membahas Program Kerja tiap-tiap BO
  • Membahas Program Kerja tiap-tiap BO
  • Berbagi pengalaman program kerja LDK ITS dan STAIL
  • Berbagi pengalaman program kerja LDK ITS dan STAIL

Kamis, Juni 17, 2010

Kasih Ibu Sepanjang Masa

Arham FA
Mahasiswa STAIL semester VIII

Pernahkan anda mendengar lantunan lagu Iwan Fals “Ibu”? Kalau belum, sempatkanlah walau sejenak. “Ribuan kilo jalan yang kau tempu, lewati rintangan untuk aku anakmu, ibuku sayang masih terus berjalan, walau tapak kaki penuh darah penuh nanah” Demikian Iwan Fals dengan begitu puitis namun gamblang dalam lantunan lagu, menggambarkan beratnya kehidupan yang harus dijalani seorang ibu demi mendidik dan membesarkan buah hatinya, Kita!
Mari sejanak hadirkan kembali wajah sang ibu dalam bayangan kita. Dengan seizin Allah, genangan air mata akan membanjiri kelopak matanya yang mungkin sudah sekian lama kita biarkan tak menyapanya. Kerut di pipinya mengisyaratkan kelelahan yang sangat, tenaga yang mulai habis dimakan waktu seolah tak lagi sanggup sekedar mengangkat tubuh rapuhnya. Di bola matanya, nampak jelas guratan berat kehidupan yang telah dilaluinya. Namun itu sama-sekali tak memudarkan cinta kasihnya pada kita, doa-doanya dalam sujud tak terhenti dilantunkan untuk kita, anaknya tercinta.
“Cinta anak sepanjang gala, cinta ibu sepanjang masa”. Pepatah yang biasa kita dengar untuk melukiskan betapa kita tidak akan pernah sanggup membayar berapapun dan dengan apapun cinta yang pernah diberikan oleh ibu. Bahkan Huwaish al Qorni, sahabat Rasulullah, rasa ingin membalas cinta sang ibu membuatnya rela ingin menggendong ibunya pulang pergi ibadah haji. Bahkan ada sahabat yang dilarang pergi berperang bersama Rasul, lantaran tidak ada yang mengurus ibunya yang sudah renta. “rawat dan layani ibumu.” Demikian perintah Rasul kepada pemuda itu.
Allah berfirman dalam surat Luqman ayat: 14
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Begitu mulia perjuangan seorang ibu, sehingga jerih payah mereka secara gambalang diceritakan dalam al-Qur’an. Allah secara tegas menekankan dan mengingatkan kesusahan ibu saat mengandung serta memerintahkan kita untuk berbuat baik kepadanya, (Surat al-Ahqaf ayat:15)
Dalam perjalanan bersama ibu, perlakuan kasar kerap kita layangkan kepadanya. “Uf”, “Ah,” “Cis” menjadi kosa kata yang biasa terlontar dari mulut kotor ini. Tak pernah kita menghargai keringatnya kala menyiapkan sarapan dan makan malam. Andai kita tahu, air matanya tak pernah kering di pertengahan malam, kala ia mengadu kepada Allah perihal anak-anaknya. Bibirnya tak pernah berhenti berdo’a agar kita menjadi anak yang bisa dibanggakan. Tak peduli darah menjadi penghias kakinya demi menghantarkan kita menggapai cita.
Sekarang, imbalan apa yang diterima ibu dari anak-anaknya yang sudah dewasa atau mungkin kinipun sudah beranak? Tidak jarang kesibukan kerja dan keluarga membuat kita melupakannya. Bahkan mungkin rasa cinta kepada istri dan anak-anak mengikis habis cinta kepada ibu (tentu cinta kepada Allah dan Rasulullah diatas segalanya). Tak sedikit waktu kita luangkan sekedar untuk tahu keadaannya, meski handphone tak pernah lepas dari tangan.
Sekarang, seolah kita tak membutuhkannya. Terlebih saat senang dan berkecukupan. Tak sadarkah kita? Ia begitu ikhlas atas air susu dan keringatnya. Begitu banyak masalah kehidupan kita hadapi. Terkadang kita mengeluh, putus asa, tidak tahan dengan berbagai cobaan yang menerpa. Tak sadar, semua yang kita alami saat ini sesungguhnya pernah dilalui ibu kita yang tercinta. Kita terlalu lemah, cengeng dan selalu merasa kalah dalam mengarungi bahtera hidup. Padahal sering kita memandang sebelah mata ‘kekuatan’ ibu yang sudah renta. Tak sadar kita, padahal garis wajahnya jelas-jelas memancarkan kekuatan yang maha dahsyat. Ia hanya ingin melihat anak-anaknya bahagia, meski ia tidak sebahagia yang kita bayangkan. Tak sadar, sesungguhnya kita butuh kembali kepadanya, memandangi keteduhan wajahnya, membelai tangan keriputnya, menciumi kakinya dan meminta doanya. Ibu, Maafkan anakmu!

0 komentar:

Posting Komentar

Cbox

Pengikut